Rabu, 29 Februari 2012

Rela Tahan Perih Demi Cucu

PEKANBARU -- Sejak tiga hari lalu, Minarso (59) dan Basiroh (51) menginap di RS Ibnu Sina. Di situ, pasutri ini tidur di atas kursi tunggu yang berada di koridor rumahsakit. Hawa dingin sudah pasti menyerang keduanya. Namun parahnya, warga Desa Mahato Sakti, Pasirpengaraian ini juga harus menahan lapar. Demi seorang cucu, ia rela menahan perihnya lambung tak terisi apapun.

Sejak keluar dari rumah, ia memegang bekal sebanyak Rp 1 juta. Uang itu didapat dari pinjaman tetangga sekitar rumah. Setelah ada keputusan cucunya dirujuk ke Pekanbaru, uang pinjaman tetangga tersebut justru berpindah tangan. Petugas RSUD Pasirpengaraian meminta uang tersebut dengan alasan biaya ambulan ke Pekanbaru. Jumlah uang yang diminta Rp 940 ribu. Berarti, di tangan pasutri yang tak memiliki penghasilan tetap ini hanya tinggal Rp 60 ribu.

Sesampainya di pekanbaru, sisa uang tersebut mereka belanjakan makan malam dan beli peralatan mandi. Praktis sejak Selasa pagi, keduanya tak memiliki uang sepeserpun. Sekali lagi hal ini dilakukan keduanya demi seorang cucu. Anak pertama Aminuddin (26) dan Sirat (17) ini diberi nama Febrianti. Cucu Minarso ini dari rahim Sirat ini lahir pada, Senin (27/2) lalu. Tepatnya pukul 14.00.

Kondisinya cukup memprihatinkan. Dinding perutnya sangat tipis. Secara kasat mata, dapat dilihat bentuk organ dalamnya. Menurut diagnosa dokter sementara, cucu kelima Basiron ini menderita Omphalocele. Atau dalam istilah yang mudah dimengerti, yakni kelainan dinding perut. Karena itulah Minarso dan Basiron nekad ke Pekanbaru. Keduanya hanya memikirkan keselamatan cucu dari anak keduanya, Aminuddin.

Sehari-hari Minarso dan Aminuddin bekerja sebagai kuli serabutan di perkebunan sawit. Penghasilannya tak menentu. Dari hasil memanen buah sawit, mereka hanya menerima upah Rp 100 per kilogram. Sementara Basiroh sehari-hari hanya bekerja sebagai tukang cuci baju tetangga. Dalam sehari, ia diupah sebesar Rp 20 ribu. Pekerjaan itu pun tak setiap hari ia terima. Sementara ibunda Febrianti, Sirat, sehari-hari hanya menjadi ibu rumah tangga.

Keluarga ini nekad membawa Febrianti ke Pekanbaru hanya untuk keselamatannya. Baik Minarso maupun Basiroh tak pernah terbersit pikiran bagaimana membayar biaya pengobatan. Berapa biaya yang harus dibayarkan demi perawatan bayi dengan berat badan 2,8 kg ini. Jangankan memikirkan berapa biaya pengobatan, bagaimana ia dapat makan pun tak terpikirkan.

"Hari pertama tiba di Pekanbaru, perut kami tak terisi. Memang sih terasa perih. Namun yang kami pikirkan hanyalah bagaimana Febrianti bisa selamat," ucap Basiroh.

Memasuki hari kedua menjagai buah hati Aminuddin dan Sirat, pertolongan mulai datang. Yakni rombongan yang mengatasnamakan perusahaan tempat anaknya bekerja, mereka memberikan bantuan untuk menunjang hidup sementara keduanya di Pekanbaru. Pada Pekanbaru MX, Basiroh pun menitipkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya pada perusahaan tersebut.

Saat ini Aminuddin dibantu rekan dan kerabat di dekat rumah, sedang menguruskan segala administrasi yang dibutuhkan untuk mengurus kemudahan proses pengobatan Febrianti. Surat keterangan tak mampu dan pengajuan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dari pemerintah setempat. (*2/*1/MXR)

---sidebar
Firasat Itu Muncul Saat Sirat Mengeluh

Sekitar memasuki bulan ketujuh kehamilan Sirat, Basiroh mendapat firasat tak mengenakkan. Kala itu, Sirat kerap mengeluh pada ibu mertuanya, timbul rasa sakit di pusar. Sedikit-sedikit mulas. Kadang juga mengeluh sakit. Dalam hati, Basiroh bertanya-tanya, perasaan, empat kali hamil, ia tak pernah merasakan hal itu. Apakah bakal terjadi hal-hal tak diinginkan?

Pada Pekanbaru MX ia mengaku selalu menampikkan firasat buruk itu. Lantas ia pun mengubah pikiran itu menjadi pikiran yang baik. Kala itu yang ia pikirkan, cucu saya bakal lahir cantik, sehat dan bakal jadi anak pintar. Dan itu pulalah yang selalu ia mintakan pada Tuhan saat ia berdoa.

"Tapi saat saya coba hilangkan pikiran buruk itu, menantu saya justru kembali mengeluhkan hal yang sama. Saya pun lantas memintanya memeriksakan kandungan ke bidan desa setempat," lanjut Basiroh.

Karena cukup sering mengeluhkan hal itu, ia pun mengantarkan Sirat ke bidan Lia. Setelah diperiksa kehamilah Sirat, bidan tersebut tak menemukan tanda-tanda aneh dalam kandungan Sirat.

"Bayinya sehat, posisi bayi dalam kandungannya pun bagus, jadi dijaga saja baik-baik nutrisinya dan kesehatan ibunya," ucap Basiroh menirukan bidan Lia.

Sepulang dari periksa kesehatan kandungan, Basiroh mengaku tenang. Asupan gizi menantunya pun cukup baik. Tak ubahnya keluarga ini makan sehari-hari. Memang, jika dibandingkan keluarga yang lebih berkecukupan, nutrisinya jauh di bawahnya. Namun keluarga ini memang biasa hidup sederhana. Termasuk saat Basiroh mengandung keempat anaknya.

Kepanikan mulai timbul saat Febrianti lahir. Ternyata ada kelainan yang dideritanya. Keluarga pun diminta tenang dan tabah oleh bidan Lia yang membantu persalinan. Kontan setelah persalinan usai, keluarga langsung memutuskan membawa Febrianti ke RSUD Pasirpengaraian. Ternyata, pihak RSUD mengangkat tangan, menyatakan tak sanggup mengobati Febrianti.

"Sekitar pukul 21.00, RSUD Pasirpengaraian merujuk cucu saya ke RS Ibnu Sina, Pekanbaru," tutup Basiroh. (*2/*1/MXR)

Senin, 20 Februari 2012

Pangkat dan jabatan PNS

Pernahkah Anda bertanya-tanya, apa sebetulnya makna pangkat dan jenjang eselon di lingkungan pemerintah? Apakah itu sekedar penamaan atau mencerminkan suatu tanggung jawab tertentu?

Dalam pengelolaan Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut PNS), hingga saat ini dikenal adanya 17 jenjang KEPANGKATAN (bisa dilihat antara lain dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 11 Tahun 2001 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri, Lampiran I).
Jenjang kepangkatan itu dapat dibagi menjadi: 1) kelompok "JURU", 2) kelompok "PENGATUR", 3) kelompok "PENATA", dan 4) kelompok "PEMBINA".

Sering terjadi jenjang kepangkatan ini lebih banyak dipahami semata-mata sebagai panduan penggajian. Kalau si Badu sudah mencapai pangkat Penata, maka gajinya lebih besar dari si Amir yang pangkatnya baru Pengatur. Tapi, apa perbedaan kontribusi yang mesti diberikan Badu dan Amir dengan jenjang pangkat yang berbeda? Itu yang kadang belum tertangkap dengan jelas.

Oleh karena itu alangkah baiknya jika pangkat dengan penamaan seperti di atas secara tegas mencerminkan pula tuntutan peran yang berbeda dari pengembannya. Dengan begitu, masing-masing orang paham bahwa dirinya bertanggungjawab mengkontribusikan sesuatu sesuai dengan jenjang pangkatnya sehingga menjadi wajar bahwa gaji yang diterima pun menjadi berbeda.

Berikut sebuah gagasan lptui tentang MAKNA KEPANGKATAN PNS:

1. JURU

JURU merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan I/a hingga I/d dengan sebutan secara berjenjang: JURU MUDA, JURU MUDA TINGKAT I, JURU, dan JURU TINGKAT I. Jika dilihat dari persyaratan golongannya maka yang menempati golongan ini adalah mereka dengan pendidikan formal jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Pertama, atau yang setingkat. Dari ketentuan tersebut dapat diasumsikan bahwa pekerjaan-pekerjaan di tingkat kepangkatan JURU baru membutuhkan kemampuan-kemampuan skolastik dasar dan belum menuntut suatu ketrampilan bidang ilmu tertentu. Dapat dikatakan bahwa JURU merupakan pelaksana pembantu (pemberi ASISTENSI) dalam bagian kegiatan yang menjadi tanggung jawab jenjang kepangkatan di atasnya (PENGATUR).

2. PENGATUR

PENGATUR merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan II/a hingga II/d dengan sebutan secara berjenjang: PENGATUR MUDA, PENGATUR MUDA TINGKAT I, PENGATUR, dan PENGATUR TINGKAT I. Jika dilihat dari persyaratan golongannya maka yang menempati golongan ini adalah mereka dengan pendidikan formal jenjang Sekolah Lanjutan Atas hingga Diploma III, atau yang setingkat. Dari ketentuan tersebut dapat diasumsikan bahwa pekerjaan-pekerjaan di tingkat kepangkatan PENGATUR sudah mulai menuntut suatu ketrampilan dari bidang ilmu tertentu, namun sifatnya sangat teknis. Dengan demikian pada tingkatan ini, PENGATUR adalah orang yang MELAKSANAKAN langkah-langkah realisasi suatu kegiatan yang merupakan operasionalisasi dari program instansinya.

3. PENATA

PENATA merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan III/a hingga III/d dengan sebutan secara berjenjang: PENATA MUDA, PENATA MUDA TINGKAT I, PENATA, dan PENATATINGKAT I. Jika dilihat dari persyaratan golongannya maka yang menempati golongan ini adalah mereka dengan pendidikan formal jenjang S1 atau Diploma IV ke atas, atau yang setingkat. Dari ketentuan tersebut dapat diasumsikan bahwa pekerjaan-pekerjaan di tingkat kepangkatan PENATA sudah mulai menuntut suatu keahlian bidang ilmu tertentu dengan lingkup pemahaman kaidah ilmu yang telah mendalam. Dengan pemahamannya yang komprehensif tentang sesuatu maka PENATA bukan lagi sekedar pelaksana, melainkan sudah memiliki tanggung jawab MENJAMIN MUTU proses dan keluaran kerja tingkatan PENGATUR.

4. PEMBINA

PEMBINA merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan IV/a hingga IV/e dengan sebutan secara berjenjang: PEMBINA, PEMBINA TINGKAT I, PEMBINA UTAMA MUDA, PEMBINA UTAMA MADYA dan PEMBINA UTAMA. Sebagai jenjang tertinggi, kepangkatan ini tentunya diperoleh sesudah melalui suatu perjalanan karier yang panjang sebagai PNS. Ini berarti pekerjaan pada kelompok kepangkatan PEMBINA semestinya bukan saja menuntut suatu keahlian bidang ilmu tertentu yang mendalam, namun juga menuntut suatu kematangan dan kearifan kerja yang sudah diperoleh sepanjang masa kerjanya. Dengan demikian, PEMBINA adalah model peran bagi jenjang-jenjang di bawahnya guna keperluan MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN kekuatan sumberdaya untuk jangkauan pandang ke depan.


Bagaimana dengan ESELONISASI? Dalam pengelolaan PNS, hirarki jabatan struktural dikenal dengan istilah Eselon yang seluruhnya terdiri dari 9 jenjang Eselon yang dapat dibagi menjadi: 1) jabatan "ESELON I", 2) jabatan "ESELON II", 3) jabatan "ESELON III", 4) jabatan "ESELON IV", dan 5) jabatan "ESELON V". (Catatan: Jabatan Eselon V sudah tidak banyak lagi).

Guna memantapkan makna eselonisasi, hendaknya setiap tingkatan eselon dikaitkan juga dengan makna kepangkatan PNS. Berikut pemikiran LPTUI tentang MAKNA ESELONISASI PNS (Eselon I hingga IV), khususnya di tingkat PROVINSI:


1. ESELON I

ESELON I merupakan hirarki jabatan struktural yang tertinggi, terdiri dari 2 jenjang: ESELON IA dan ESELON IB. Jenjang pangkat bagi Eselon I adalah terendah Golongan IV/c dan tertinggi Golongan IV/e. Ini berarti secara kepangkatan, personelnya sudah berpangkat PEMBINA yang makna kepangkatannya adalah MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN. Di tingkat provinsi, maka Eselon I dapat dianggap sebagai PUCUK PIMPINAN WILAYAH (PROVINSI) yang berfungsi sebagai penanggungjawab efektivitas provinsi yang dipimpinnya. Hal itu dilakukan melalui keahliannya dalam menetapkan kebijakan-kebijakan pokok yang akan membawa provinsi mencapai sasaran-sasaran jangka pendek maupun jangka panjang.

2. ESELON II

ESELON II merupakan hirarki jabatan struktural lapis kedua, terdiri dari 2 jenjang: ESELON IIA dan ESELON IIB. Jenjang pangkat bagi Eselon II adalah terendah Golongan IV/c dan tertinggi Golongan IV/d. Ini berarti secara kepangkatan, personelnya juga sudah berpangkat PEMBINA yang makna kepangkatannya adalah MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN. Di tingkat provinsi, maka Eselon II dapat dianggap sebagai MANAJER PUNCAK SATUAN KERJA (INTANSI). Mereka mengemban fungsi sebagai penanggungjawab efektivitas instansi yang dipimpinnya melalui keahliannya dalam perancangan dan implementasi strategi guna merealisasikan implementasi kebijakan-kebijakan pokok provinsi.

3. ESELON III

ESELON III merupakan hirarki jabatan struktural lapis ketiga, terdiri dari 2 jenjang: ESELON IIIA dan ESELON IIIB. Jenjang pangkat bagi Eselon III adalah terendah Golongan III/d dan tertinggi Golongan IV/d. Ini berarti secara kepangkatan, personelnya juga berpangkat PEMBINA atau PENATA yang sudah mumpuni (Penata Tingkat I) sehingga tanggungjawabnya adalah MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN. Di tingkat provinsi, Eselon III dapat dianggap sebagai MANAJER MADYA SATUAN KERJA (INTANSI) yang berfungsi sebagai penanggungjawab penyusunan dan realisasi program-program yang diturunkan dari strategi instansi yang ditetapkan oleh Eselon II.

4. ESELON IV

ESELON IV merupakan hirarki jabatan struktural lapis keempat, terdiri dari 2 jenjang: ESELON IVA dan ESELON IVB. Jenjang pangkat bagi Eselon IV adalah terendah Golongan III/b dan tertinggi Golongan III/d. Ini berarti secara kepangkatan, personelnya berpangkat PENATA yang sudah cukup berpengalaman. Makna kepangkatannya adalah MENJAMIN MUTU. Oleh karenanya di tingkat provinsi, Eselon IV dapat dianggap sebagai MANAJER LINI SATUAN KERJA (INSTANSI) yang berfungsi sebagai penanggungjawab kegiatan yang dioperasionalisasikan dari program yang disusun di tingkatan Eselon III.

Sumber : lptui
Powered by Telkomsel BlackBerry®