Jumat, 02 Maret 2012

Rindu Teman Lama, 16 Bocah Jadi Korban

Laporan, Wicaksana Arif Turbrilian

KANDIS -- Suhu dingin kamar baruku serasa menusuk tulang. Jendela kamar baruku tak bisa ditutup. Selimut yang biasanya menyertai tidurku pun tak ada lagi. Istri yang selalu setia di sisi kiriku, juga tak ada lagi. Kondisi ini sungguh berbeda 180 derajat dengan kemarin. Kenikmatan tidur di kamar yang lama tak dapat kunikmati lagi. Dari dalam hatiku berteriak, aku tak betah tinggal di sini.

Kamar baruku berukuran 2x3 meter. Dinding kamarnya berwarna krem. Sementara jendelanya hanya pagar besi. Tak ada ornamen-ornamen lain yang menghiasinya. Pintu kamar baruku juga demikian. Di dalam kamarku, ada empat orang sahabat baru. Kita berlima saling berbagi tempat.

Meskipun setiap hari aku dapat makan gratis. Dan aku tak perlu mengeluarkan biaya apapun tinggal di sini. Namun di tempat ini, aku tak mendapat kebebasan. Untuk keluar kamar pun tak sebebas seperti di kamar yang dulu. Aku harus meminta izin tetangga kamar yang setiap saat menjaga pintu kamar baruku. Dia berseragam warna coklat.

"Sebenarnya saya tak menghendaki tinggal di kamar berukuran 2x3 ini. Karena kamar ini hanya berjendela trali besi. Belum lagi, pintu besi, akses keluar masuk kamar selalu dikunci," seloroh RT (39) di balik jeruji besi, Kamis (1/3).

Pria berkemeja motif kotak warna biru ini mengisahkan pengalaman hidupnya dari balik terali besi Polsek Kandis. Sudah sekitar dua pekan ia mendekam menjadi pesakitan. Selama sekitar satu setengah jam, ia membuka tabir kehidupannya pada tim Pekanbaru MX. Ia bercerita kronologis awal hingga akhirnya ditetapkan polsisi sebagai tersangka pencabulan 16 anak di bawah umur.

Penggalan paragraf di atas hanyalah kegelisahan yang ia alami saat di dalam ruang tahanan Polsek Kandis. Hal itu berawal dari perkenalannya dengan pria berinisial R yang tak ia ketahui asal usulnya. Keduannya berkenalan pada saat sama-sama terjaring razia kendaraan bermotor di Sikampak. Tepatnya pada tahun 2009 lalu. Keduanya pun sempat bertukar nomor telepon.

Komunikasi pun terjalin biasa layaknya pertemanan. Dalam komunikasi itu, keduanya sepakat untuk ketemuan. "Ya, ini merupakan pertemuan keduaku. Saat itu kita ketemuan di kedai minum di jalan lintas," sambut RT menjawab pertanyaan Pekanbaru MX.

Sejak siang keduanya asik menjalin komunikasi. Hingga pada saat malam hari, RT memergoki rekan barunya, R, menyimpan film porno di ponselnya. Saat itu RT kaget, lantaran baru kali pertama menyaksikan film porno. Meski kedai minum itu telah tutup, keduanya tetap asik menonton film porno.

Langit senja kian meredup. Bahkan tak lagi memancarkan cahaya lagi. Jalan lintas Sumatera pun semakin lengang. Namun keduannya tak kunjung beranjak. R yang diakui RT memiliki sifat fiminim pun mulai berubah sikap. Lama kelamaan ia agak lebih manja. Sambil menonton, kepala R disandarkan ke bahu RT. Asik menonton film porno, tak sadar, tangan R juga sudah meraba tubuh RT.

"Dari situlah awal mula saya melakukan oral seks dengan R," lanjutnya.

Pertemuan itu pun akhirnya berlanjut ke pertemuan-pertemuan berikutnya. Warga jalan Pepaya no 6 kelurahan Blutu, Kandis ini pun kelamaan merasa nyaman berhubungan dengan R. Namun hubungan ini berlangsung singkat. Tak lama, R memutuskan untuk meninggalkan Kandis. Hubungan yang tak lazim ini sengaja dirahasiakan RT dari istrinya. Enam bulan berselang, RT pun merasa rindu sosok R.

Semenjak pertemuannya dengan R, RT lantas tak tertarik berhubungan badan dengan istri. Sebut saja Melati, dia pun sempat curiga pada suaminya. Kecurigaan itu, Melati curahkan dengan menanyakan pada RT. Belakangan kenapa selalu menghindar bila diajak berhubungan suami istri. RT pun beralasan ini itu. Sedang tak enak badan lah. Sedang banyak pikiran. Dan lain sebagainya.

Suatu ketika, RT membicarakan rencana mengadopsi anak angkat dengan istrinya. Tak menaruh curiga, Melati pun mengiyakan niat pria yang ia kenal sebagai umat yang taat beribadah. Baginya menjalani hidup dekat dengan tuhan, akan lebih tenang dan berkah. Tiap minggu, RT dan keluarga selalu luangkan waktu untuk beribadah. Apalagi tempat ibadahnya hanya sekitar 50 meter jaraknya dari rumah.

Niatan mengadopsi anak pun disepakati bersama. Kebetulan anak angkat RT ini juga berinisial sama dengan mantan teman prianya yang waria. Yakni berinisial R. Namun R ini masih bersekolah. Usianya baru sekitar 17 tahun.

"Anak angkat saya pun namanya sama dengan mantan yang telah lama menghilang," paparnya.

Kehidupannya masih berjalan normal. Anggota keluarga praktis bertambah satu. Jadi dalam keluarga RT, ada seorang istri dan dua anak laki-laki. Kedua anak itu, satu anak kandung dan satu lagi anak angkat. Yakni H (16) dan R (17). Sehari-hari RT berprofesi sebagai tukang kebun di komplek perumahan karyawan PT Ivomas. Berkerja di perusahaan yang masih satu group dengan PT Sinarmas Tbk, RT mendapat gaji Rp 1 juta per bulan.

Selintas RT terkenang masa-masa indah berhubungan dengan R, dia pun mengaku rindu. Kerinduan yang semakin memuncak, RT mengaku tak kuat menahan. Apalagi bila mengingat nikmatnya sentuhan R padanya. Untuk mengobati keinginannya, RT pun merayu anak angkatnya sendiri. Namun pada Pekanbaru MX, RT mengatakan, tak pernah memaksa ataupun mengancam R. Rayuan RT dilakukan bertahap. Ajakan pertama, RT yang aktif meraba-raba R. Rayuan selanjutnya RT memerintahkan anak angkatnya untuk memegang alat kelaminnya.

"Selanjutnya, baru saya minta R untuk melakukan oral seks. Dan peristiwa itu berulang sebanyak tiga kali. Kejadian yang ketigakalinya, saya kepergok istri," terang RT.

Mengetahui kejadian itu, Melati lantas meminta R, angkat kaki dari rumah. Makian Melati pun tak tertahan. Setelah kejadian itu, RT mengaku sangat menyesal. Ia pun mengaku bertobat karena kerap tak kuasa menahan nafsu. Semenjak itulah, RT paksakan diri untuk lebih sering melakukan hubungan badan dengan istri. Namun entah mengapa saat hendak berhubungan, alat kelamin RT tak mau berereksi.

Segala upaya telah ditempuh untuk menafkahi batin Melati. Namun tetap saja hal itu tak bisa dipenuhinya. Dalam pikiran dia, memang sudah tak memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis.

Pada diri RT pun terjadi pergolakan batin. Sebagai seorang pria yang taat beribadah, namun memiliki ketertarikan yang salah. Penyesalan demi penyesalan menghantui dirinya. Namun di sisi lain, jika sedang teringat nikmatnya bergaul dengan R, dirinya lantas ingin mendapatkannya lagi. Rasa rindu akan kenangan masa lalu bersama R, kian lama kian menguat. Namun tak tahu pada siapa bisa dilakukan.

Suatu hari ia duduk menung di ruang tamu, pandangan matanya menerawang ke luar rumah. Kala itu ia melihat anak-anak berusia tanggung sedang bermain-main di dekat SDN 014 Kandis. Sekolah tersebut berada di sebelah Gereja, tempatnya beribadah. Jarak rumahnya dengan sekolah tersebut hanya sekitar 50 meter. Dan inilah awal mula dia berfantasi. Bagaimana bila anak-anak itu yang dibujuk sebagai pemuas nafsu.

"Coba saya ajak main anak-anak itu. Hampiri dan main bersama. Mereka tak curiga," tambahnya.

Keesokan harinya, tepatnya pada hari Minggu pagi, bulan Maret 2011. Ia mengajak W (12) pergi jalan-jalan. Menggunakan sepeda motor Supra yang baru ia kredit, keduanya pun berkeliling di kawasan kebun sawit. W merupakan bocah yang menjadi korban pertama. Saat berjalan-jalan, W duduk di depan. Namun kemudi sepeda motor tetap dipegang RT.

Saat melintas di area yang sepi, RT pun berhenti sejenak. Sembari diajak mengobrol, tangan RT pun meraba-raba kelamin W. Namun kala itu W mengelak dan meminta pulang. Untuk merahasiakan hal itu, RT memberinya uang Rp 5 ribu pada W.

Hari berikutnya, RT mengajak korban berjalan-jalan lagi. Kedua kalinya diajak jalan-jalan, W pun mulai diarahkan untuk memegang alat kelamin RT. Pada keempat kalinya, RT meminta W untuk mengoral seks. Seperti biasa, RT selalu memberikan uang setelah puas. Kejadian ini terus berulang hingga RT dijebloskan ke penjara.

Selain W, juga ada 13 bocah lagi yang menjadi korban pelecehan seksual RT. Cara-cara yang digunakan RT untuk menjerat korbannya, rata-rata sama seperti yang ia lakukan pada W. Hanya saja, tempatnya yang berbeda-beda. Ada yang dilakukan di atas sepeda motor. Ada yang dilakukan di belakang sekolah. Ada yang dilakukan di dalam rumah. Bahkan ada pula dua bocah sekaligus ia bujuk melakukan hal yang tak senonoh.

Korban pelecehan seksual RT berasal dari tiga Rukun Tangga (RT). Yakni RT 4, RT 5 dan RT 6 RW I dusun Kandista, Desa Blutu, Kecamatan Kandis, Siak. Kesemua korban merupakan anak karyawan PT Ivomas Tunggal. Usia mereka rata-rata 10-13 tahun. Berikut inisial korban, W, R, FS, MS, IS, RP, JG, IG, JS, YL, AN, BN, HS, Le, RB dan Jo.

"Bila dihitung-hitung, dari kesemua korban, ada sekitar 34 kali saya melakukannya. Namun setelah saya melakukan hal ini, saya merasa menyesal. Entah setan apa yang merasuki pikiran saya. Istri dan anak saya tak mengetahui akan hal ini," ucapnya dengan suara berat dan sesekali mengusap air mata.

"Sepandai-pandainya tupai meloncat, pasti jatuh juga." Peribahasa ini nampaknya cocok disematkan pada RT. Meskipun ia sudah berikan imbalan sejumlah uang pada korban, untuk merahasiakan hal ini. Namun tetap saja terbongkar jua. Hal itu berawal saat orangtua korban curiga dengan tingkah laku anaknya. Belakangan, para korban ini sering meludah. Dan jadi tak nafsu makan.

Satu dari kesekian korban akhirnya mengaku saat ditanyai orangtuanya. Korban tersebut mengaku jijik karena sperma yang dikeluarkan RT ke mulutnya, sempat tertelan. Maka dari itu ia tak nafsu makan dan kerap meludah.

Orangtua korban, Ma (42) lantas melaporkan kejadian ini ke Polsek Kandis. Tak terima anaknya menjadi korban pelecehan seksual. Kala itu Senin dini hari, (13/2) warga berkumpul di depan rumah RT. Namun saat itu, RT yang baru pulang dari bepergian, penasaran dan menanyakan ada kejadian apa pada penduduk baru di lokasi itu.

Warga baru tersebut tak tahu bila yang sedang dicari-cari keluarga korban merupakan RT. Ia mengatakan, warga sedang mencari-cari pelaku pelecehan seksual. Mereka sudah melaporkan ke polisi. Mendengar keterangan warga baru tersebut, RT kontan terkejut. Ia pun bergegas meninggalkan warga baru tersebut.

Menggunakan sepeda motor yang belum tuntas kreditannya, ia meninggalkan dusun Kandista. Selama perjalanan, ia merasa ketakutan. Berbekal uang Rp 1 juta, ia terus memacu sepeda motornya ke arah Sumatera Utara. Namun dalam perjalanan, karena ia terbebani pikiran, sempat ia terjatuh di Duri.

"Sepanjang jalan saya menangis, kenapa harus menjalani hidup seperti ini. Menjadi buronan polisi. Menjadi perusak anak orang. Dan akhirnya harus meninggalkan anak istri," selorohnya.*2
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar