Selasa, 26 April 2011

Biaya Nikah Membengkak - Watch

Laporan, Wicaksana Arif Turbrilian

DURI, TRIBUN - Aroma pungli di Kantor Urusan Agama tak kunjung meredam. Apabila sebagian masyarakat menganggap pernikahan merupakan ibadah, bagi sebagian pegawai KUA diartikan sebagai pemasukan. Aroma ketidak sedapan ini kian menjadi rahasia umum. Masyarakat pun kini telah menganggap wajar. "Niat kita toh baik, jadi tak apalah orang juga menikmati kebahagiaan kita," ujar Malin, Selasa (26/4).

Warga kecamatan Mandau ini mengaku tak mempersoalkan bila ada pungutan yang tak sesuai Peraturan Pemerintah no 47 tahun 2004. Besaran biaya pencatatan pernikahan dalam PP tersebut yakni Rp 30 ribu. Namun malin kepada awak media mengaku telah menyetor dana sebesar Rp 600 ribu pada petugas KUA Mandau. Pria yang menikah tiga tahun lalu ini mengaku tak tahu akan biaya resmi yang ditetapkan pemerintah.

Hal senada dilontarkan warga yang tak mau menyebutkan namanya. Wanita berkerudung ini mengaku beberapa bulan lalu telah menikahkan anaknya. Kepada petugas KUA Mandau, ia menyetorkan Rp 550 ribu. Sekali lagi, ia mengatakan tak tahu besaran pasti yang harus dibayarkan pada negara. Ia hanya menurut apa kata petugas KUA.

Saat Tribun mencoba konfirmasi besaran pasti pada kepala KUA Mandau, Carles MA, enggan menyebutkan. Ia mengatakan, untuk masalah besaran biaya yang harus dikeluarkan warga itu sensitif. "Saya juga baru menjabat, jadi tak bisa menjawab hal itu," ucapnya.

Carles justru mengarahkan Tribun untuk menanyakan langsung pada stafnya. Saat Tribun coba untuk konfirmasikan pada staf administrasi KUA, ia menjawab, hal tersebut lebih pantas ditanyakan pada atasan. Petugas KUA saling lempar masalah ini. Ketika Tribun coba menanyakan masalah ini pada petugas lain, hasilnya pun sama, mereka tak berani berbicara banyak.

Terakhir, ketika dikonfirmasikan pada Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Bengkalis, H Jumadi, mengenai besaran biaya yang harus dikeluarkan masyarakat, jawabannya pun tak jelas. "Biaya yang ditetapkan merupakan hasil kesepakatan antara pihak yang hendak menikah dengan petugas
KUA," ucapnya.

Saat ditanya berapa ketentuan yang harus dibayarkan warga sesuai peraturan pemerintah, ia tak menjawab. Menurutnya, angka yang dibayarkan, langsung masuk kas negara. Dan sisanya untuk keperluan-keperluan operasional KUA. Termasuk pula untuk membayar gaji tenaga honorer yang bekerja di KUA. Hal ini tentu tak sesuai dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah tentang biaya yang dibebankan ke masyarakat.

Besaran biaya pencatatan pernikahan memang menjadi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Hal ini diatur dalam PP No. 47 tahun 2004, sebesar Rp 30 ribu. Namun pada Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER-32/PB/2009 Pasal 2 ayat 2, biaya bisa disesuaikan KUA sebagai anggaran operasional.

Di situ disebutkan beban operasional bisa dinaikkan sebesar 80 persen dari total keseluruhan. Selanjutnya dana itu dibagi dua, untuk dialokasikan ke kantor kementerian Agama Kabupaten/Kota. Hal itu, diatur pula dalam Peraturan Menteri Agama No. 71 tahun 2009.

Selebihnya, tidak ada aturan yang digunakan untuk menarik dana lebih dari masyarakat. Kantor Urusan Agama Kecamatan Mandau dalam tahun 2010 mencatat 1614 pernikahan di kecamatan Mandau.

Entah berapa jumlah pungutan bila dikalikan biaya yang dikeluarkan setiap pasangan dalam
setahun? Malin mengakui bila dana yang telah ia bayarkan tidak ada selembar pun bukti pembayarannya.

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar