Jumat, 17 Juni 2011

Arak-arakan Kapal Tongkang Berlangsung Hikmat

Laporan, Wicaksana Arif Turbrilian

BAGANSIAPIAPI, TRIBUN - Tangan kirinya sesekali mengusap keringat yang membasahi kening. Lalu dikibaskan tangannya yang basah setelah mengusap keringat. Meski berpeluh keringat akibat kelelahan, dan terik matahari yang menyengat, langkah Oh Ya Kong tak gontai sedikitpun.

Sementara tangan kiri Kong sibuk menyibak peluh, tangan kanannya kokoh menggenggam tapal perahu atau tongkang. Diiringi tabuh genderang, mulutnya berteriak lantang "Hoyaaa." Pandangan mata Kong fokus kedepan.

Tongkang mulai dikeluarkan dari tempat pembuatan pukul 16. 15. Selanjutnya, tongkang diarak berkeliling di pusat kota Bagansiapiapi. Kapal dengan kerangka kayu dibalut kertas berwarna putih, ini digotong puluhan orang.

Start pengarakkan dari depan klenteng menuju jalan Perwira. Setelah itu, iring-iringan tongkang memasukki jalan Sentosa dan kembali ke Wihara Ing Hok Tiong. Menurut keterangan Kong, arak-arakan ini dimaksudkan untuk mengajak dewa-dewa berkeliling Bagansiapiapi.

Sebelum prosesi ini, warga yang melaksanakan rangkaian ritual bakar tongkang, melakukan prosesi Sang Thi Kong. Prosesi tersebut yakni dimaksudkan untuk mengundang Tuhan Ara.

"Sama seperti kepercayaan lain, prosesi ini yakni dimaksudkan mengundang dewa yang nantinya kita ajak berkeliling," ucapnya.

Setelah semua prosesi dan doa-doa selesai dipanjatkan, kapal tongkang dimasukkan ke halaman wihara. Untuk menjaga ketenangan ruh dewa-dewa, kapal itu ditutup dengan terpal warna biru. Menurut Kong, dari kepercayaan etnis Tionghua Bagansiapiapi bahwa dewa telah membawa para lelulur dengan selamat hingga sampai dan menetap di Kota Bagansiapiapi, akibat terjadinya perang saudara di Tiongkok beberapa ratus tahun lalu.

"Makna peringatan bakar tongkang yakni suksesnya para leluhur membawa keluarga mereka menetap di daerah perantauan hingga ini," lanjutnya.

Peringatan ini dilaksanakan pada 15-16 bulan 5 penangalan Imlek. Kewajiban perayaan ritual bakar tongkang diiyakan Thi Shung (48). Untuk kewajiban ini, ia bela-belain pulang kampung dari Jakarta. Ritual bakar tongkang baginya tak boleh dilewatkan. Meski harus rela tempuh jarak yang cukup jauh. Ataupun rela meninggalkan usahanya beberapa hari.

"Kepulangan saya ini untuk mendoakan leluhur," ucapnya pada Tribun, Kamis malam (16/6).

Dua hari lalu ia tiba dan langsung mempersiapkan segala kebutuhan dalam ritual. Ribuan lembar uang kertas, dupa, dan hasil bumi siap dibakar. Segala suatu itu dimaksudkan untuk mengiringi ruh leluhur di alam baka.

Tak hanya itu, ia juga melantunkan doa di hadapan para dewa supaya didengar dan dikabulkan. Bila tiba waktu menjalankan ritual bakar tongkang, bagaimanapun kondisinya, harus ia dijalankan. "Hati ini terasa tak tenang bila tak lakukan kewajiban ini," lanjutnya.

Bersama ribuan warga Tionghoa yang lahir dan tumbuh besar di Bagan Siapiapi melanjutkan prosesi pemanjatan doa. Diiringi tabuh genderang, ia bersama ribuan warga lain nampak hikmat melaksanakan ritual.

Jelang puncak prosesi undang dewa-dewa, warga Tionghoa ini lantas lakukan ritual pemanggilan dengan menghadap lima penjuru mata angin. Namun saat ditanya latarbelakang melakukan prosesi tersebut, Shung hanya menjawab seperti itulah yang diajarkan leluhur.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

1 komentar:

Pimbul's Home mengatakan...

saya kmrn jg menghadiri tradisi bakar tongkang.. (16 juni 2011) disana ternyata acara nya meriah banget, keren ,warna-warni, nuansa religi..
tp msh ada yg saya bingungkan,, ko warna tongkang nya sangat warna warni ya, ada filosofinya ga..
mohon bantuan buat bahan skripsi saya,

thx before

Posting Komentar