Minggu, 10 Juli 2011

Ansyari Nur: Pungli di KUA Untuk Bayar Tenaga Honor

Laporan, Wicaksana Arif Turbrilian

DURI, TRIBUN - Menjalin sebuah pernikahan merupakan impian banyak orang. Benih-benih cinta antar manusia lawan jenis harus diikat dalam komitmen pernikahan. Di negeri berlambang garuda ini, menikah diikat dalam sebuah akta nikah. Dikatakannya, sebagai bukti otentik suatu pernikahan telah memiliki kekuatan hukum, maka pasangan suami istri (pasutri) haruslah memiliki buku nikah, yang menjadi bukti pernikahan yang dilakukan telah tercatat di KUA.

"Buku nikah dapat dijadikan sebagai bukti otentik suatu pernikahan, sehingga pernikahan tersebut mempunyai kekuatan hukum. Buku nikah merupakan kertas kerja dan lembaran negara dan dapat digunakan sebagai perlengkapan administrasi rumah tangga dan keluarga, karena buku nikah merupakan dokumen penting dalam perkawinan," ucap Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Riau, Ansyari Nur beberapa hari lalu pada Tribun.

Namun untuk mendapatkan buku nikah tak semudah membalikkan telapak tangan. Asyari menjelaskan, beberapa persyaratan yang harus dilengkapi oleh pasangan yang akan mendaftarkan pernikahannya di KUA, di antaranya surat keterangan nikah dari kelurahan atau desa, foto copy KK, foto copy KTP, akte kelahiran dan surat kesehatan dari dokter.

Dalam PP nomor 47 tahun 2004 yang mengatur pernikahan, menjelaskan biaya pembuatan buku nikah hanya sebesar Rp 30 ribu. Sementara yang banyak terjadi di lapangan, tak jarang oknum Kantor Urusan Agama meminta biaya lebih. Besarannya bervariasi, ada yang diminta membayarkan Rp 550 ribu hingga Rp 600 ribu. Hal itu dialami warga Desa Petani, Malin (33). Guru Sekolah Dasar ini mengaku dipungut biaya hingga Rp 600 ribu.

"Niat kita toh baik, jadi tak apalah orang juga merasakan kebahagiaan kita," ujar Malin, Minggu (10/7).

Pria yang menikah tiga tahun lalu di KUA Mandau ini mengaku tak mempersoalkan bila ada pungutan yang tak sesuai Peraturan Pemerintah. Dirinya ini mengaku tak tahu akan biaya resmi yang ditetapkan pemerintah. Ansyari mengakui adanya praktek-praktek seperti yang terjadi pada Malin di hampir semua Kantor Urusan Agama di bawah kepemimpinannya.

Menurutnya, pungutan yang sesuai PP nomor 47 ini, bila pernikahan dilakukan tak di kantor urusan agama. Dari keterangan yang berhasil dihimpun beberapa waktu lalu, pada Kepala KUA Mandau, Carles, yang bersangkutan mengatakan pungutan itu untuk dialokasikan untuk membayar tenaga honor.

"Pungutan itu memang kita alokasikan untuk membayar tenaga honor, yang memang tak ada anggaran untuk membayarnya," lanjut Ansyari.

Kakan Kemenag Riau ini juga seolah membolehkan praktek itu. Menurutnya, ya hal itu dilakukan karena memang tak ada anggaran operasional dan untuk membayar tenaga honor yang jumlahnya tak sedikit. Dalam kesempatan itu Asyari mengimbau masyarakat untuk segera mendaftarkan pernikahannya di KUA.

"Bagi masyarakat Islam yang akan menikah harus segera mendaftarkan pencatatan nikahnya ke KUA, jika tidak berarti nikahnya di luar pengawasan pegawai pencatat nikah, itu berarti nikahnya nikah liar, nikah di bawah tangan atau nikah siri alias nikah ilegal," tutupnya.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar