Kamis, 07 Juli 2011

Lemiana Tak Sanggup Sekolahkan Anaknya

Laporan, Wicaksana Arif Turbrilian

DURI, TRIBUN - Program pemerintah RI tetapkan 20 persen APBN dialokasikan untuk pendidikan, tak jua jadi solusi mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. Subsidi itu tak dirasakan Lemiana (45) dan wali murid lain di SMKN 1 Mandau. Warga Jl Bhakti, Mandau ini harus meneteskan air mata di hadapan Tribun. Dia mengatakan, anaknya yang bernama Yesica Manulang marah padanya.

Yesica marah karena ibunya tak sanggup membayar uang masuk di SMKN 1 Mandau. Wanita parobaya ini mengaku harus menyekolahkan lima anaknya tahun ajaran 2011. Ia tak tahu harus mengadu ke siapa. "Sudah dua hari Yesica tak mau bicara pada saya karena tak bisa membayar uang masuk ke sekolah," ucapnya.

Lemiana mengaku telah memperjuangkan anaknya untuk melanjutkan jenjang pendidikan di SMKN 1 Mandau. Dalam dua hari ini, ia mengaku dua kali meneteskan air mata di depan orang yang tak dikenal. Kejadian pertama, ia mengaku menangis di depan oknum guru SMKN 1 Mandau kala meminta keringanan pembayaran. Menetesnya air mata kedua kala jumpa Tribun. Di depan guru tersebut, ia mengatakan tak sanggup bila harus membayar Rp 6 juta sekaligus.

Ia memohon untuk diberi keringanan dengan membayar secara bertahap. Meski telah menghiba, guru tersebut tak bergeming mendengar kesusahannya tersebut. Guru tersebut tetap berpendirian teguh mengacu peraturan yang ditetapkan sekolah. Sedikitpun tak ada yang bisa ditawar.

"Kalo tak bisa membayar, masih banyak anak yang ingin sekolah di sini," ucap Lemiana menirukan perkataan oknum guru tersebut.

Tak hanya itu, ia juga mencoba mengkomunikasikan permasalahan yang ia hadapi, pada anggota komite berinisial M, namun ia mendapat jawaban yang juga tak menggembirakan. Anggota komite tersebut justru mengatakan, kalo tak mampu bayar itu jadi urusan ibu! Kenapa memaksakan diri menyekolahkan anaknya ke SMK.

Sambil mengusap air mata, ia menunjuk ke anaknya dan mengatakan, anak ini sekarang tak mau bicara pada saya. Saat ditemui Tribun, ia bersama kakaknya membujuk Yesica untuk mendaftar di SMAN 8 Mandau. Namun kondisinya juga tak sesuai yang dipikirkan. Hari itu, Kamis (7/6) SMAN 8 Mandau sudah menutup pendaftaran dan telah mengumumkan calon peserta didik baru yang lolos.

"Jadi kalo saya tak mampu bayar uang masuk di SMKN 1, trus anak saya mau sekolah di mana?" Tanyanya.

Saat Tribun coba konfirmasikan hal ini pada kepala SMKN 1 Mandau, Sugito, melalui sambungan telepon, nomor telepon yang bersangkutan tak aktif. Tribun sambangi SMKN 1 Mandau dan berhasil temui wakil kepala sekolah bidang kurikulum, Miswardi. Pria yang juga menjabat sebagai sekertaris panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mengatakan, bagi orangtua yang tak mampu membayar uang masuk, bisa mengkonfirmasikan ke pihak sekolah.

Pihaknya mengatakan, tak usah risau bila memang tak mampu bayar biaya sekolah tersebut. Ia mengatakan, besarnya biaya yang harus dikeluarkan itu karena ada pembelian komputer. Namun ia menegaskan, komputer itu tak harus dibeli di sekolah.

"Untuk jurusan Teknik Komputer dan Jaringan, tiap anak diharuskan memiliki perangkat komputer sendiri. Dan kami menetapkan kapasitas kecepatan harus minimal Core 2 Duo. Namun bila yang bersangkutan telah memilikinya, tak perlu mengeluarkan biaya lagi," ucap Miswardi.

Namun saat Lemiana lakukan suvai ke pasaran, harga jual dengan speck yang ditetapkan sekolah, harganya justru lebih mahal. Maka dari itu ia urungkan niat membelinya di luar sekolah. Menurutnya, untuk membeli komputer di sekolah yang harganya lebih murah pun tak mampu, apalagi beli di luar.

Ia bingung harus berbuat apa untuk menyelesaikan masalah yang sedang ia hadapi. Kala meminta ke pihak sekolah untuk mengangsur pembayaran, yang bersangkutan hanya diberi kompensasi, sebelum akhir Juli harus sudah lunas. Itu pun harus membayar uang pangkal pembelian komputer sebesar Rp 1 juta.

Menurut Miswardi biaya yang harus dibayarkan hanya Rp 830 ribu. Rincian pengeluaran itu akan dialokasikan untuk iuran komite, osis, dan sarana prasarana. Besaran dana itu tak sama untuk jurusan TKJ. Menurutnya, untuk jurusan tersebut harus juga membayar Rp 500 ribu untuk perawatan komputer.

Sedangkan untuk total angka yang disebutkan Lemiana, Miswardi mengatakan, itu total biaya yang dijumlahkan dengan biaya pembelian baju dan komputer. Hal itu menurutnya tak wajib dibeli di sekolah.

----
Sidebar,

Saat Tribun coba konfirmasikan ke sekertaris Dinas Pendidikan Bengkalis, Zulpadli, tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya mengatakan, akan saya cek dulu ke bawah. Saat Tribun tanyakan bagaimana nasib Yesica bila tak bisa membayar uang masuk tersebut, ia justru mengatakan, coba tanyakan langsung ke kepala dinas. "Saya tak bisa memutuskannya, saya kasih nomor telepon genggam kepala dinas, biar bisa dikonfirmasi langsung," sanggahnya.

Saat Tribun coba hubungi kepala dinas, Azwar, nomor telepon yang diberikan Zulpadli ternyata tak aktif. Anggota komisi IV DPRD Bengkalis, dr Fidel mengecam tindakan sekolah yang menghambat siswa masuk sekolah. Menurutnya, tindakan seperti itu tak bisa dibenarkan. Anggaran pendidikan kabupaten bengkalis yang lebih dari 20 persen bisa digunakan.

"Tak bisa dibenarkan bila siswa dihambat untuk menimba ilmu hanya karena tak mampu membayar biaya sekolah," ucapnya pada Tribun, Kamis (7/6).

Apabila dirinya menemukan bukti-bukti pungutan yang memberatkan orangtua siswa, tak segan-segan untuk melakukan peneguran. Ia mengancam akan memanggil pihak terkait akan realitas di lapangan.

Menurutnya, sesungguhnya komputer yang dibebankan pada orangtua siswa bisa dianggarkan melalui dana APBD. Menurutnya tak sepatutnya sekolah membebankan pada orangtua siswa.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar