Minggu, 09 Oktober 2011

Arara Abadi Babat Hutan dan Seisinya

Laporan, Wicaksana Arif Turbrilian

PINGGIR, TRIBUN - Puluhan warga desa Melibur berkumpul di area hutan alam yang digunduli PT Arara Abadi, Sabtu (8/10). Mereka berkumpul menyaksikan pengukuran kordinat area hutan yang sebelumnya menjadi tempat warga mencari kayu bakar dan rotan. 505 hektar hutan alam kini gundul tak tersisa dibabat PT Arara Abadi. Ratusan kubik kayu alam dan seisi hutan, ludes tak tersisa.

Perambahan hutan yang menurut pemerintah desa dan pemuka adat setempat menyalahi aturan. Karena perambahan hutan tersebut jarak hanya sekitar 300 meter dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Sementara dalam undang-undang kehutanan, minimal perambahan hutan berjarak 500 meter. Selain itu, bila perusahaan tak mengantongi izin pengambilan kayu, bisa terjerat hukum atas tindakan ilegal logging.

"Belum lagi pembuatan kanal-kanal selebar sekitar 4 meter ini apakah sudah memiliki analisis dampak lingkungan atau belum," ucap Pemangku Lembaga Adat Mandau, Fahrudin Syarif pada Tribun di lokasi.

Kejadian main serobot yang dilakukan perusaan ini, menyebabkan masyarakat rugi atas mata pencahariannya. Dalam hal ini masyarakat tak mau kecolongan lagi. Tanah atas warisan leluhur ini harus dikuasai kapitalis yang seenaknya mengekploitasi alam. Kerusakan alam yang ditimbulkan tentu banyak memengaruhi ekosistem hayati.

Penanaman pohon akasia yang dilakukan PT Arara Abadi, telah merubah perilaku hewan-hewan liar yang ada di dalam hutan. Apalagi bila ternyata perusahaan tersebut tak memiliki izin pengelolan Hutan Tanaman Industri (HTI). Menurut kades Melibur, Amizar, kasus ini sudah ditangani Polres Bengkalis dan Tim.

"Tim tersebut terdiri dari Badan Pertanahan Nasional, Dishutbun Bengkalis, Dishut Provinsi, masing-masing dari dinas itu mengirim dua orang," ucap Amizar.

Untuk menanggulangi bentrok fisik antar karyawan perusahaan dengan masyarakat, semua pihak harus menahan diri. Menurut Amizar, dia beserta perangkat desa berusaha meredam amarah warga. Begitu pula yang dilakuan Fahrudin selaku pemuka adat Mandau.

Pemerintah pun berjanji pada masyarakat akan menghentikan aktifitas perusahaan selama proses penyidikan yang dilakukan polisi tuntas. Namun hal itu hanya sekedar janji. Buktinya hingga sekarang perusahaan terus menanam bibit pohon akasia di lahan tersebut.

"Di saat masyarakat menahan diri atas arogansi perusahaan, pemerintah justru mengeluarkan nota dinas yang membolehkan perusahaan melanjutkan aktifitasnya," lanjut Fahrudin.

Pada Sabtu (8/10) lalu, petugas Dishutbun Bengkalis dan Polres Bengkalis sudah turun ke lapangan. Mereka datang ke lapangan untuk menginventarisir data lapangan untuk pembuktian izin pengelolaan hutan yang dikalim dimiliki perusahaan.

Lahan garapan yang berada di dusun Sekijang, desa Melibur KM 54, Pinggir, kini dijaga ketat oleh puluhan security. Kumpulan warga yang ditemui di lokasi banyak mengeluhkan sikap perusahaan yang arogan dan bengis. Bahkan warga yang hendak mencari kayu bakar pun mengalami usiran dan ancaman pembunuhan oleh security Arara Abadi.

"Selain arogan juga perusahaan ini licik. Meski proses hukum sedang berjalan, mereka tetap menanami lahan tersebut. Bila kita cabuti tanaman mereka, langsung dilaporkan ke polisi," ucap warga yang tak mau disebutkan namanya.

Lanjutnya, masa iya kita lahir dan besar di sini, tapi malah terusir. Dan hutan merupakan tempat kita mencari penghidupan justru seenaknya dikuasai perusahaan. Sementara kita cuma bisa melihat kekayaan hutan ini diangkut orang-orang itu. Kita memohon pada pemerintah untuk mengembalikan hak-hak masyarakat.

---Sidebar

Plh Kepala Dinas Kehutanan, Darmawi mengaku tak pernah memperbolehkan perusahaan dan warga melakukan aktifitas di lahan yang bersengketa. Hutan alam seluas 505 hektar yang diklaim warga desa Melibur dan PT Arara Abadi, kondisinya gundul. Menurut kades Melibur, Amizar hutan yang berada di desa Melibur, KM 54 sudah menjadi lahan garapan warga sejak lama.

Namun Februari 2011 silam, hutan tempat warga mencari kayu, rotan dan menanam karet ini digunduli PT Arara Abadi. Tujuh alat berat dioperasikan dengan kawalan puluhan satpam perusahaan. Ratusan kubik kayu alam dan seisi hutan berhasil diangkut. Setelah semua rata dengan tanah, PT Arara Abadi membuat kanal selebar 4 meter. Kanal-kanal itu dimanfaatkan untuk mengangkut kayu.

Sejak penggarapan hutan konsesi ini, security PT Arara Abadi terus melakukan penjagaan ketat. Tak ada warga yang boleh mendekat. Bila ada yang memaksakan diri memasuki area tersebut, langsung diusir dan diancam akan dibunuh. Sejak sebulan lalu, PT Arara Abadi mulai menanam pohon akasia di areal tersebut.

"Kasus ini sekarang sudah ditangani Polres Bengkalis, Dishutbun dan Badan Pertanahan Nasional. Namun hingga sekarang pihak perusahaan tetap melakukan kegiatan penanaman," ucap Amizar, pada Tribun di lokasi, Sabtu (8/10).

Menurutnya, yang menjadi acuan perusahaan menggarap lahan tersebut, yakni berdasarkan nota dinas yang dikeluarkan Dishutbun Bengkalis. Dalam nota dinas nomor 522.3/Disbunhut-PUK/3708 memperbolehkan perusahaan melanjutkan penggarapan.

Pada point 2 sub C mengatakan, Perusahaan juga tetap diperkenankan melakukan kegiatan sesuai dengan perizinan yang dimiliki kecuali ada penghentian dari instansi terkait. Itulah yang disesalkan warga Melibur, kasus ini sedang ditangani Polisi, namun aktifitas penaman tetap berlangsung.

"Bila memang perizinan yang dimiliki perusahaan atas hutan alam tersebut sudah jelas, kami pun tak akan menghalang-halangi. Namun kapitalis itu biasanya main curang, dengan membabat hutan terlebih dahulu, baru menguruskan perizinan," ucap Pemangku Adat Mandau, Fahrudin Syarif.

Sementara saat dikonfirmasi Tribun, Plh kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Darmawi menyangkal telah mengeluarkan edaran tersebut. Dia mengatakan hanya pernah menginstruksikan stafnya untuk membuat edaran permohonan penyelesaian pada bupati Bengkalis.

"Itu salah, saya tak pernah membuat edaran yang isinya memperbolehkan perusahaan melanjutkan aktifitasnya di lahan yang sedang bersengketa," ucapnya.

Lanjutnya, kedua belah pihak saya minta untuk menghentikan segala aktifitas di areal tersebut setelah kasusnya tuntas. Namun pada saat Tribun tanya perihal surat yang dia tandatangani, ia mengaku belum membaca semua isi surat tersebut.

Lalu yang bersangkutan menanyakan, dari mana Tribun mendapat copian surat tersebut. Menurutnya, surat tersebut hanya ditujukan pada Bupati Bengkalis, dan tidak ada pada perusahaan atau mana pun. Hal ini bertentangan dengan isi surat tersebut yang ditembuskan ke berbagai instansi.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar